PENGERTIAN HIJRAH
1.PENGERTIAN HIJRAH
Hijrah berasal dari bahasa arab “ هِجْرَة” yang artinya: (1) pindah, menjauhi atau menghindari. (2) Kerasnya sesuatu (الهجر الهجير الهاجرة); berarti tengah hari di waktu panas sangat menyengat (keras).Secara bahasa “Hijrah” itu adalah Menjauhi sesuatu dengan sangat keras karena adanya ketidak setujuaan dan kebencian.
HIJRAH adalah sebuah pilihan dalam hidup yang dimiliki semua orang tanpa terkecuali. Karena secara umum arti Hirjah berarti berpindah dari satu tempat ketempat lain atau dari satu situasi ke situasi yang lain. Maknanya ini bisa dilakukan oleh setiap orang tanpa terkecuali, baik tua maupun muda, baik yang kuat maupun yang lemah.
ISTIQOMAH, seperti judul diatas yaitu “tidak semudah membalik telapak tangan”. Karena secara umum arti Istiqomah adalah tegak & lurus. Dan tidaklah mudah untuk tegak & lurus kecuali dengan niat & tekad. Namun apakah cukup hanya dengan niat & tekad? Jawabannya adalah tidak!. Karena untuk tegak & lurus harus disertai dengan Ilmu. Dan
”ilmu tidak dapat diraih dengan bermalas-malasan” (H.R Muslim).
Sementara syaitan terus membisikan manusia untuk bermalas-malasan. Karena seperti yang diucapkan Ali bi Abi Thalib r.a bahwa
“Ilmu lebih berharga dari harta, karena ilmu mejaga mu sementara manusia menjaga harta”.
Dari tulisan ringkas ini bisa diambil makna bahwa Hijrah adalah awal dari seseorang menuju untuk sesuatu yang lebih baik meninggalkan sesuatu yang buruk(sebelumnya). Ia adalah langkah awal menuju jalan terjal berbatu, berduri, berlubang, menanjak dan menurun. Dan Istiqomah adalah langkah-langkah berikutnya yang ditempuh menuju ujung jalan kehidupan manusia, yaitu kematian. Seseorang ketika berjalan dijalan yang lurus dan mulus tanpa ada penghalang & rintangan dia akan dengan mudah dan nyaman sampai ketujuan nya. Namun bagaimana ketika jalan yang dilalui terjal berbatu, berduri, berlubang, menanjak dan menurun??. Apakah akan semudah melalui jalan yang lurus & mulus?? Tentu saja tidak!. Itulah kenapa Istiqomah adalah inti dari seorang yang berhijrah, karena tanpa Istiqomah Hijrah seseorang tidak ada artinya. Dan Istiqomah adalah jalan untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Wallahu’alam.
1. Makna Hijrah Di Jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Dalil Syar’i Bahwa Hijrah Di Jalan Allah Termasuk Kunci Rizki.
2. Dalil Syar’i Bahwa Hijrah Di Jalan Allah Termasuk Kunci Rizki.
MAKNA HIJRAH DI JALAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
الْمُهَاجَرَةُ(Hijrah) sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani [1] adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.
الْمُهَاجَرَةُ(Hijrah) sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani [1] adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Dan hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad Rasyid Ridha [2] harus dengan sebenar-benarnya. Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negerinya itu adalah untuk mendapatkan ridha Allah dengan menegakkan agamaNya yang ia merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah, juga untuk menolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan orang-orang kafir.
DALIL SYAR’I BAHWA HIJRAH DI JALAN ALLAH TERMASUK KUNCI RIZKI
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa berhijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki adalah firman Allah.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa berhijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki adalah firman Allah.
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak” [An-Nisaa/4 : 100]
Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapati dua hal : Pertama (مُرَاغَمًا ), Kedua (سَعَةً).
Yang dimaksud مُرَاغَمًا sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Razi adalah, barangsiapa berhijrah di jalan Allah ke negeri lain, niscaya akan mendapat di negerinya yang baru itu kabaikan dan kenikmatan yang menjadi sebab kehinaan dan kekecewaan para musuhnya yang berada di negeri asalnya. Sebab orang yang memisahkan diri dan pergi ke negeri asing, sehingga mendapatkan ketentraman di sana, lalu berita itu sampai kepada negeri asalnya, niscya penduduk asli negeri itu akan malu atas buruknya mu’amalah (perlakuan) yang mereka berikan, sehinga dengan demikian mereka merasa hina. [3]
Sedangkan yang dimaksud, سَعَةً (keluasan), yaitu keluasan rizki. Inilah yang dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu dalam menafsirkan ayat ini. Juga dikatakan oleh Ar-Rabi’, Adh-Dhahhak [4], Atha [5] dan mayoritas ulama [6]
Qatadah berkata : “Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada petunjuk dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan” [7]
Imam Malik berkata : “Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri” [8]
Mengomentari ketiga pendapat diatas, Imam Al-Qurthubi mengatakan : “Pendapat Imam Malik lebih dekat pada kefasihan ungkapan bahasa Arab. Sebab keluasan negeri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rizki. Juga menunjukkan kelapangan dada yang siap menanggung kesedihan dan pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan kemudahan” [9]
Pendapat mana saja yang kita ambil dari ketiga pendapat di atas, yang jelas semuanya menunjukkan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan janji dari Allah merupakan keluasan rizki, baik dengan ungkapan langsung maupun secara tidak langsung.
Dan sungguh janji Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Menentukan adalah suatu janji yang haq serta tidak pernah luput. Dan siapakah yang lebih menetapi janjinya daripada Allah ?
Sungguh dunia dari dahulu dan sampai sekarang masih menyaksikan kebenaran janji ini. Dan saya kira, orang yang mengetahui sedikit tentang sejarah Islam pun sudah tahu akan peristiwa hijrahnya para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.
Ketika para sahabat meninggalkan rumah-rumah, harta benda dan kekayaan mereka untuk hijrah di jalan Allah Ta’ala, Allah serta merta mengganti semuanya, Allah memberikan kepada mereka kunci-kunci negeri Syam, Persia dan Yaman. Allah berikan kepada mereka kekuasaan atas istana-istana negeri Syam yang merah, juga istana Mada’in yang putih. Kepada mereka juga dibukakan pintu-pintu Shan’a, serta ditundukkan untuk mereka berbagai simpanan kekayaan Kaisar dan Kisra.
Imam Ar-Razi menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang mulia ini berkata : “Walhasil, seakan-akan dikatakan, ‘Wahai manusia ! Jika kamu membenci hiijrah dan tanah airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian dalam perjalananmu, maka sekali-kali jangan takut ! Karena sesungguhnya Allah Ta’ala akan memberimu berbagai nikmat yang agung dan pahala yang besar dalam hijrahmu. Hal yang kemudian menyebabkan kehinaan musuh-musuhmu dan menjadi sebab bagi kelapangan hidupmu” [10]
[Disalin dari kitab Mafatiihur Rizq fi Dhau’ al-Kitab was Sunnah, Penulis DR Fadhl Ilahi, Edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Penerbit Darul Haq- Jakarta]
_______
Footnote
[1]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an, dari asal kata hajaro, hal. 537. Lihat pula, Tahriru Alfadhit Tanbih, hal. 313 dan Kitab At-Ta’rifat, hal. 27
[2]. Lihat Tafsirul Manar 5/359
[3]. At-tafsirul Kabir, 11/15. Lihat pula Tafsir Al-Qasimi, 5/407, Tafsir At-Tahrir wa Tanwir 5/180 di mana di dalamnya disebutkan, “Ia akan mendapatkan tempat yang dengannya akan merasa hina orang yang menghinakannya. Dengan kata lain, ia bisa menang atas kaummnya karena bebas merdeka dari mereka, sebagaimana ia bebas dari pemaksaan mereka untuk menjadi orang kafir”
[4]. Lihat Al-Muharrar Al-Wajiz 4/228, Zadul Masir 2/179, Tafsir Al-Qurthubi 5/348
[5]. Lihat Fathul Qadir 1/764
[6]. Lihat Zadul Masir 2/179 Ruhul Ma’ani 5/127, Tafsir Al-Manar 5/359, Aisarut Tafasir 1/445
[7]. Tafsir Al-Qurthubi, 5/348. Lihat pula, Tafsir Ibni Katsir 1/597
[8]. Tafsir Al-Qurthubi, 5/348. Lihat pula, Ruhul Ma’ani 5/127
[9]. Tafsir Al-Qurthubi 5/348
[10]. At-Tafsirul Kabir 11/15
_______
Footnote
[1]. Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an, dari asal kata hajaro, hal. 537. Lihat pula, Tahriru Alfadhit Tanbih, hal. 313 dan Kitab At-Ta’rifat, hal. 27
[2]. Lihat Tafsirul Manar 5/359
[3]. At-tafsirul Kabir, 11/15. Lihat pula Tafsir Al-Qasimi, 5/407, Tafsir At-Tahrir wa Tanwir 5/180 di mana di dalamnya disebutkan, “Ia akan mendapatkan tempat yang dengannya akan merasa hina orang yang menghinakannya. Dengan kata lain, ia bisa menang atas kaummnya karena bebas merdeka dari mereka, sebagaimana ia bebas dari pemaksaan mereka untuk menjadi orang kafir”
[4]. Lihat Al-Muharrar Al-Wajiz 4/228, Zadul Masir 2/179, Tafsir Al-Qurthubi 5/348
[5]. Lihat Fathul Qadir 1/764
[6]. Lihat Zadul Masir 2/179 Ruhul Ma’ani 5/127, Tafsir Al-Manar 5/359, Aisarut Tafasir 1/445
[7]. Tafsir Al-Qurthubi, 5/348. Lihat pula, Tafsir Ibni Katsir 1/597
[8]. Tafsir Al-Qurthubi, 5/348. Lihat pula, Ruhul Ma’ani 5/127
[9]. Tafsir Al-Qurthubi 5/348
[10]. At-Tafsirul Kabir 11/15
PENUTUP
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahi hambaNya yang lemah ini sehingga bisa menyelesaikan tulisannya. Dan sungguh kepadaNya senantiasa diminta ampunan, kemurahan dan ijabah (pengabulan doa)
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahi hambaNya yang lemah ini sehingga bisa menyelesaikan tulisannya. Dan sungguh kepadaNya senantiasa diminta ampunan, kemurahan dan ijabah (pengabulan doa)
Dari tulisan ini dapat dirumuskan beberapa poin berikut ini :
1. Allah Yang Mahaagung dan Mahaperkasa menjadikan beberapa sebab dan kunci untuk rizki, di antaranya :
• Istighfar (memohon ampun kepada Allah) dan taubat kepadaNya. Dan yang dimaksud adalah melakukan keduanya dengan perkataan dan perbuatan.
• Takwa. Dan hakikatnya adalah menjaga diri dari yang menyebabkan dosa atau mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya atau menjaga diri dari sesuatu yang menyebabkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.
• Tawakal. Yaitu menampakkan kelemahan serta bersandar sepenuhnya kepada Allah semata.
• Beribadah sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu bersungguh-sungguh dalam mengkonsentrasikan hati ketika beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
• Mengiringkan haji dengan umrah. Maksudnya,melakukan salah satu lalu melanjutkannya dengan yang lain.
• Silaturahim. Yaitu berbuat baik kepada kerabat/keluarga dekat.
• Berinfak di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu berinfak untuk sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
• Memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syar’i (agama)
• Berbuat baik kepada orang-orang yang lemah.
• Berhijrah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni keluar dari negeri kafir ke negeri iman untuk mencari keridhaan Allah sesuai dengan syariatNya.
2. Istighfar dan taubat itu wajib dengan perkataan dan perbuatan. Sebab beristighfar dan bertaubat denan lisan saja tanpa perbuatan, maka hal itu adalah prilaku para pendusta. Sebagaimana takwa itu harus dengan menjaga diri dari berbuat maksiat kepada Allah, mentaati perintah-perintahNya serta menjauhi larang-laranganNya. Dan sungguh pengakuan semata, sama sekali tidak bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat.
3. Bertawakal dan beribadah sepenuhnya kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha untuk mencari penghidupan.
4. Silaturahmi itu tidak saja terbatas dalam hal harta, tetapi menyambung (memberikan) apa yang mungkin diberikan dari kebaikan kepada keluarga dekat, serta menolak bahaya dari mereka sesuai dengan kemampuan. Dan silaturahim dengan ahli maksiat tidaklah menuntut adanya kecintaan, kasih sayang dan mendiamkan kemaksiatan mereka, tetapi silaturahim dengan mereka adalah berusaha menghalangi mereka dari melakukan kemaksiatan.
Kemudian saya wasiatkan kepada saudara-saudaraku di segenap penjuru dunia untuk tetap berpegang teguh dengan sebab-sebab rizki tersebut. Sebab kebaikan adalah dengan berpegang teguh terhadap apa yang disyariatkan Sang Pencipta dan keburukan adalah dengan berpaling darinya. Allah berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan. [al-Anfal/8 : 24]
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ﴿١٢٤﴾قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا﴿١٢٥﴾قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”.[Thaha/20 :124-126]
Semoga shalawat, salam, dan keberkahan dilimpahkan kepada Nabi kita, keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Kemudian akhir dari doa kita adalah “ Alhamdulillah Rabb al-Alamin”.
0 komentar: